Sabtu, 02 Juli 2016

Monopoli Perdagangan dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Monopoli menggambarkan suatu keadaan dimana terdapat seseorang atau sekelompok orang yang menguasai suatu bidang tertentu secara mutlak, tanpa memberikan kesempatan kepada orang lain untuk ikut ambil bagian. Monopoli diartikan sebagai suatu hak istimewa (previlege), yang menghapuskan persaingan bebas, yang tentu pada akhirnya juga akan menciptakan penguasaan pasar.
Persaingan usaha tidak sehat adalah suatu bentuk yang dapat diartikan secara umum terhadap segala tindakan ketidakjujuran atau menghilangkan persaingan dalam setiap bentuk transaksi atau bentuk perdagangan dan komersial.
Pada tanggal 5 Maret 1999 oleh Pemerintah Republik Indonesia dan DPR, akhirnya mengeluarkan suatu peraturan perundang-undangan tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dalam suatu Undang-undang, yaitu Undang-undang No. 5 tahun 1999.Yang Dalam UU tersebut dimaksud dengan Monopoli adalah “penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang atau atas penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku atau suatu kelompok pelaku usaha”. Sedangkan yang dimaksud dengan persaingan usaha tidak sehat adalah “ persaiangan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.” 
Asas dan Tujuan Undang-undang No. 5 tahun 1999
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan UU persaingan usaha adalah untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalahpromoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
Tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk :
§  menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
§  mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil
§  mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha
§  terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha 

Kegiatan yang Dilarang
Menurut Pasal 33 ayat 2, kegiatan yang dilarang berposisi dominan adalah : 
§  Posisi dominan adalah  keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
§  Menurut pasal 33 ayat 2 "Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara." Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai oleh negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.
Perjanjian yang Dilarang
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5 tahun 1999 adalah perjanjian dalam bentuk sebagai berikut :
§  Oligopoli
§  Penetapan harga
§  Pembagian wilayah
§  Pemboikotan
§  Kartel
§  Trust   
§  Oligopsoni
§  Integrasi vertikal
§  Perjanjian tertutup
§  Perjanjian dengan pihak luar negeri
Hambatan-hambatan terhadap perdagangan dan pelaksanaan UU No.5/1999
Adanya tindakan pelaku usaha seperti :
§  Melakukan pemasokan barang dana atau jasa dengan cara melakukan jual beli atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan
§  Melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi dari komponen harga barang dan atau jasa
§  Bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender
§  Bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan
§  Bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dana atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi kurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan
Persaingan usaha yang tidak sehat akan melahirkan monopoli. Bagi para ekonom defenisi monopoli adalah suatu struktur pasar dimana hanya terdapat satu produsen atau penjual. Sedangkan pengertian monopoli bagi masyarakat adalah adanya satu produsen atau penjual yang mempunyai kekuatan monopoli apabila produsen atau penjual tersebut mempunyai kemampuan untuk menguasai pasar bagi barang atau jasa yang diperdagangkannya, jadi pada dasarnya yang dimaksud dengan monopoli adalah suatu keadaan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) hanya ada satu produsen atau penjual, (2) tidak ada produsen lain menghasilkan produk yang dapat mengganti secara baik produk yang dihasilkan pelaku usaha monopoli, (3) adanya suatu hambatan baik secara alamiah, teknis atau hukum.
Kalau kita melihat hal tersebut di atas maka ada beberapa faktor yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat di antaranya adalah (1) kebijaksanaan perdagangan, (2) pemberian hak monopoli oleh pemerintah, (3) kebijaksanaan investasi, (4) kebijaksanaan pajak, (5) dan pengaturan harga oleh pemerintah.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pengaturan monopoli terdapat 2 (dua) kelompok karakteristik yaitu:
§  kelompok pasal yang memiliki karakteristik rule of reason dan
§  kelompok pasal yang memiliki karakteristik perse illegal

Rule of reason dapat diartikan bahwa dalam melakukan praktik bisnisnya pelaku usaha (baik dalam melakukan perjanjian, kegiatan, dan posisi dominan) tidak secara otomatis dilarang. Akan tetapi pelanggaran terhadap pasal yang mengandung aturan rule of reasonmasih membutuhkan suatu pembuktian, dan pembuktian ini harus dilakukan oleh suatu majelis yang menangani kasus ini yang dibentuk oleh KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) , kelompok pasal ini dapat dengan mudah dilihat dari teks pasalnya yang dalam kalimatnya selalu dikatakan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
Sedangkan yang dimaksud dengan perse illegal (atau violation atau offense) adalah suatu praktik bisnis pelaku usaha yang secara tegas dan mutlak dilarang, sehingga tidak tersedia ruang untuk melakukan pembenaran atas praktik bisnis tersebut.

Daftar Pustaka :
https://id.scribd.com/document/16045405/Monopoli-dan-Persaingan-Usaha-tidak-sehat
https://campideal.wordpress.com/2010/08/16/ringkasan-hukum-anti-monopoli-dan-persaingan-usaha/
http://www.pn-palopo.go.id/index.php/berita/artikel/222-persaingan-usaha-tidak-sehat-dalam-tinjauan-hukum

Monopoli

KPPU selidiki keterlibatan kartel dalam perdagangan daging

Rabu, 12 Agustus 2015 08:14 WIB 
Pewarta: Dewanto Samodro


Pedagang daging sapi bersantai di kios mereka saat aksi mogok berjualan karena harga daging sapi dinilai terlalu tinggi di Pasar Senen, Jakarta, Senin (10/8). (ANTARA FOTO/Yustinus Agyl)
“ Kami menduga ada importir yang bermain dengan menahan pasokan daging sehingga menyebabkan kelangkaan”
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sedang menyelidiki kemungkinan adanya keterlibatan kartel dalam perdagangan daging sapi yang menyebabkan penurunan pasokan dan kecenderungan kenaikan harga.

"Kami sedang menginvestigasi apakah ada persekongkolan para pelaku usaha untuk menahan pasokan sehingga harganya naik dan menguntungkan mereka," kata Ketua KPPU Syarkawi Rauf saat dihubungi melalui telepon dari Jakarta, Rabu.

Syarkawi menduga penurunan pasokan dan kenaikan harga daging sapi di beberapa daerah terjadi karena permainan beberapa pihak yang ingin meraih keuntungan pribadi dari kondisi tersebut.

"Dalam pemberitaan media disebutkan Menteri Perdagangan Rahmat Gobel menyerukan supaya jangan ada penimbunan daging sapi. Bukti-bukti yang mengarah pada hal itu yang sedang kami investigasi," katanya.

Syarkawi menduga telah terjadi perilaku antipersaingan yang dilakukan pelaku usaha secara berkelompok dan menjurus ke kartel.

"Kami menduga ada importir yang bermain dengan menahan pasokan daging sehingga menyebabkan kelangkaan. Kelangkaan pasokan akan memaksa pemerintah membuka keran impor dan menguntungkan mereka sebagai importir," katanya.

Ia menjelaskan, tindakan menimbun yang menyebabkan penurunan pasokan dan kenaikan harga merupakan pelanggaran persaingan usaha yang bisa dipidana.

Dalam siaran persnya, KPPU menyebutkan bahwa harga daging sapi tidak bergerak turun setelah Lebaran, masih bertengger di kisaran Rp120.000 sampai Rp130.000 per kilogram.

Berdasarkan analisis terhadap kebijakan tataniaga, menurut KPPU kejadian itu memperkuat fakta bahwa konsep tataniaga daging telah meningkatkan kekuatan pasar pelaku usaha yang berada di jejaring distribusi.

Menurut KPPU, pelaku usaha di jejaring distribusi tahu betul bahwa pasokan hanya ada pada mereka sehingga mereka akan bisa mendikte pasar atas nama mekanisme pasar. Dan kondisi yang demikian berpotensi besar memunculkan kartel.

Untuk mengatasi masalah ini, KPPU menyatakan, pemerintah harus konsisten menerapkan tataniaga secara utuh. Apabila sisi hulu diintervensi dengan pembatasan pasokan, maka di sisi hilir pemerintah harus melakukan intervensi antara lain melalui penetapan harga di tangan konsumen serta kewajiban menjaga ketersediaan produk di pasar.
Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2015

Apakah ada Kartel dalam naiknya Harga Daging?
Kartel itu sendiri merupakan bentuk persekongkolan dari beberapa pihak yang bertujuan untuk mengendalikan harga dan distribusi suatu barang untuk kepentingan (keuntungan) mereka sendiri. Jadi, menurut informasi yang saya dapatkan sepertinya ada kartel yang bermain dimahalnya harga daging, berikut ini informasi yang saya dapatkan tentang adanya kartel di mahalnya harga daging.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyelidiki sepertinya ada keterlibatan kartel dalam perdagangan daging sapi yang menyebabkan penurunan pasokan dan kecenderungan kenaikan harga. Syarkawi menduga kalau penurunan pasokan dan kenaikan harga daging sapi di beberapa daerah terjadi karena ada permainan beberapa pihak yang ingin meraih keuntungan pribadi dari kondisi tersebut. Syarkawi juga menduga telah terjadi perilaku antipersaingan yang dilakukan pelaku usaha secara berkelompok dan menjurus ke kartel.
Untuk mengatasi masalah ini, KPPU menyatakan, bahwa pemerintah harus konsisten menerapkan tataniaga secara utuh. Apabila sisi hulu diintervensi dengan pembatasan pasokan, maka di sisi hilir pemerintah harus melakukan intervensi antara lain melalui penetapan harga di tangan konsumen serta kewajiban menjaga ketersediaan produk di pasar. Kenaikan harga daging sapi sepertinya menjadi perhatian Wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta Odang. Dia mengatakan, bahwa kenaikan terjadi akibat ulah kartel lima perusahaan. Karena itu dia meminta aparat penegak hukum segera mengamankan para perusahaan berpraktik kartel ini.

Daftar Pustaka :

http://www.antaranews.com/berita/511866/kppu-selidiki-keterlibatan-kartel-dalam-perdagangan-daging
https://santirahma.wordpress.com/2016/06/21/benarkah-ada-kartel-yang-bermain-dimahalnya-harga-daging/

Minggu, 08 Mei 2016

Perlindungan Konsumen beserta Contoh Kasusnya

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Secara yuridis formal pengertian konsumen dimuat dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. ”konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.

Secara umum dikenal 4 (empat) hak dasar konsumen, yaitu: 
1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety)
Konsumen berhak mendapatkan keamanan dan barang dan jasa yang ditawarkan kepadanya. Produk barang dan jasa itu tidak boleh membahayakan jika dikonsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan baik secara jasmani atau rohani terlebih terhadap barang dan/ atau jasa yang dihasilkan dan dipasarkan oleh pelaku usaha yang berisiko sangat tinggi. Diperlukan adanya pengawasan secara ketat yang harus dilakukan oleh pemerintah. 

2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right tobe informed)

Setiap produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai informasi yang benar baik secara lisan, melalui iklan di berbagai media, atau mencantumkan dalam kemasan produk (barang). Hal ini bertujuan agar konsumen tidak mendapat pandangan dan gambaran yang keliru atas produk barang dan jasa. 

3. Hak untuk memilih (the right to choose)
Konsumen berhak untuk menentukan pilihannya dalam mengkonsumsi suatu produk. Ia juga tidak boleh mendapat tekanan dan paksaan dari pihak luar sehingga ia tidak mempunyai kebebasan untuk membeli atau tidak membeli. 

4. Hak untuk didengar (the right to beheard)
Hak ini berkaitan erat dengan hak untuk mendapatkan informasi. Ini disebabkan informasi yang diberikan oleh pihak yang berkepentingan sering tidak cukup memuaskan konsumen. Untuk itu konsumen harus mendapatkan haknya bahwa kebutuhan dan klaimya bisa didengarkan, baik oleh pelaku usaha yang bersangkutan maupun oleh lemabaga-lembaga perlindungan konsumen yang memperjuangkan hak-hak konsumen.

Ketentuan kewajiban konsumen dapat kita lihat dalam Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, yaitu :
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/ atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2. Beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa;
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Undang-undang Perlindungan Konsumen tidak hanya mengatur tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen, melainkan juga hak-hak dan kewajiban-kewajiban pelaku usaha.

Pasal 1 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberikan pengertian ”pelaku usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.

Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, kepada pelaku usaha diberikan hak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 UUPK. Hak Pelaku Usaha adalah: 

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan;
2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang tidak beriktikad tidak baik;
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan;
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sebagai konsekuensi dari hak konsumen, maka kepada pelaku usaha dibebankan pula kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Perlindungan Konsumen, yakni: 

1. Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/ atau jasa yang berlaku.
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/ atau mencoba barang dan/ atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/ atau garansi atas barang yang dibuat dan/ atau diperdagangkan.
6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan.
7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Tujuan Perlindungan Konsumen
Pasal 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen menyebutkan tujuan perlindungan konsumen sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang/ jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang/ jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang/ jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. 

CONTOH KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN
INDOMIE DI TAIWAN
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran.  Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di  Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%.
Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
Analisis kasus berdasarkan Undang – Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :
Kasus penarikan indomie di Taiwan dikarena pihak Taiwan menuding mie dari produsen indomie mengandung bahan pengawet yang tidak aman bagi tubuh yaitu bahan Methyl P-Hydroxybenzoate pada produk indomie jenis bumbu Indomie goreng dan saus barberque.
Hal ini disanggah oleh Direktur Indofood Sukses Makmur, Franciscus Welirang berdasarkan rilis resmi Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan, produk mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan Indomie tidak berbahaya.
Permasalahan diatas bila ditilik dengan pandangan dalam hokum perlindungan maka akan menyangkutkan beberapa pasal yang secara tidak langsung mencerminkan posisi konsumen dan produsen barang serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh produsen.
Berikut adalah pasal-pasal dalam UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang berhubungan dengan kasus diatas serta jalan penyelesaian:
·         Pasal 2 UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
·         Pasal 3 UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
·         Pasal 4 (c) UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
·         Pasal 7  ( b dan d )UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Perlu ditilik dalam kasus diatas adalah adanya perbedaan standar mutu yang digunakan produsen indomie dengan pemerintahan Taiwan yang masing-masing berbeda ketentuan batas aman dan tidak aman suatu zat digunakan dalam pengawet,dalm hal ini Indonesia memakai standart BPOM dan CODEX Alimentarius Commission (CAC) yang diakui secara internasional.
Namun hal itu menjadi polemic karena Taiwan menggunakan standar yang berbeda yang melarang zat mengandung Methyl P-Hydroxybenzoate yang dilarang di Taiwan. Hal ini yang dijadikan pokok masalah penarikan Indomie. Oleh karena itu akan dilakukan penyelidikan dan investigasi yang lebih lanjut.
Untuk menyikapi hal tersebut PT Indofood Sukses Makmur mencantumkan segala bahan dan juga campuran yang dugunakan dalam bumbu produk indomie tersebut sehingga masyarakat atau konsumen di Taiwan tidak rancu dengan berita yang dimuat di beberapa pers di Taiwan.
Berdasarkan rilis resmi Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan, produk mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan Indomie tidak berbahaya.
Direktur Indofood Franciscus Welirang bahkan menegaskan, isu negatif yang menimpa Indomie menunjukkan produk tersebut dipandang baik oleh masyarakat internasional, sehingga sangat potensial untuk ekspor. Menurutnya, dari kasus ini terlihat bahwa secara tidak langsung konsumen di Taiwan lebih memilih Indomie ketimbang produk mie instan lain. Ini bagus sekali. Berarti kan (Indomie) laku sekali di Taiwan, hingga banyak importir yang distribusi.

Daftar Pustaka :

https://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_konsumen


Hak Kekayaan Intelektual

Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.
Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Sistem HKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan Negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) nya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.   
Disamping itu sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.
Teori Hak Kekayaan Intelektual
Teori Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia
Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual
Prinsip-prinsip Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah sebagai berikut :
§  Prinsip Ekonomi
Dalam prinsip ekonomi, hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif dari daya pikir manusia yang memiliki manfaat serta nilai ekonomi yang akan member keuntungan kepada pemilik hak cipta.
§  Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan suatu perlindungan hukum bagi pemilik suatu hasil dari  kemampuan intelektual, sehingga memiliki kekuasaan dalam penggunaan hak atas kekayaan intelektual terhadap karyanya.
§  Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan, sastra dan seni guna meningkatkan taraf kehidupan serta akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa dan Negara.
§  Prinsip Sosial
Prinsip sosial mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara, sehingga hak yang telah diberikan oleh hukum atas suatu karya merupakan satu kesatuan yang diberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat/ lingkungan.
Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Dalam penetapan HaKI tentu berdasarkan hukum-hukum yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dasar-dasar hukum tersebut antara lain adalah :
Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
-          Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
-          Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
-          Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
-          Undang-undang Nomor 13/1997 tentang Hak Paten
-          Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of   Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization
-          Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
-          Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of             Literary and Artistic Works
-          Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut maka Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dapat dilaksanakan. Maka setiap individu/kelompok/organisasi yang memiliki hak atas pemikiran-pemikiran kreatif mereka atas suatu karya atau produk dapat diperoleh dengan mendaftarkannya ke pihak yang melaksanakan, dalam hal ini merupakan  tugas dari Direktorat Jenderal Hak-hak Atas Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia.
Klasifikasi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) terbagi dalam dua kategori, yaitu :
-          Hak Cipta
-          Hak Kekayaan Industri, yang meliputi :
-          Hak Paten
-          Hak Merek
-          Hak Desain Industri
-          Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
-          Hak Rahasia Dagang
-          Hak Indikasi
Dalam tulisan ini, penulis hanya akan membahas Hak Cipta, Hak Paten, dan Hak Merek.
-          Hak Cipta
Hak Cipta adalah Hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan ciptaannya atau memperbanyak ciptaannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19/2002 Pasal 1 ayat 1 mengenai Hak Cipta :
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta termasuk kedalam benda immateriil, yang dimaksud dengan hak milik immateriil adalah hak milik yang objek haknya adalah benda tidak berwujud (benda tidak bertubuh). Sehingga dalam hal ini bukan fisik suatu benda atau barang yang di hak ciptakan, namun apa yang terkandung di dalamnya yang memiliki hak cipta. Contoh dari hak cipta tersebut adalah hak cipta dalam penerbitan buku berjudul “Manusia Setengah Salmon”. Dalam hak cipta, bukan bukunya yang diberikan hak cipta, namun Judul serta isi didalam buku tersebutlah yang di hak ciptakan oleh penulis maupun penerbit buku tersebut. Dengan begitu yang menjadi objek dalam hak cipta merupakan ciptaan sang pencipta yaitu setiap hasil karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dasar hukum Undang-undang yang mengatur hak cipta antara lain :

-          UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
-          UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
-          UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
-          UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)

 Hak Kekayaan Industri      
Hak kekayaan industri adalah hak yang mengatur segala sesuatu milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum. Hak kekayaan industri sangat penting untuk didaftarkan oleh perusahaan-perusahaan karena hal ini sangat berguna untuk melindungi kegiatan industri perusahaan dari hal-hal yang sifatnya menghancurkan seperti plagiatisme. Dengan di legalkan suatu industri dengan produk yang dihasilkan dengan begitu industri lain tidak bisa semudahnya untuk membuat produk yang sejenis/ benar-benar mirip dengan mudah. Dalam hak kekayaan industri salah satunya meliputi hak paten dan hak merek.

Hak Paten
Menurut Undang-undang Nomor 14/2001 pasal 1 ayat 1, Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu dalam melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau dengan membuat persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi, hal yang  dimaksud berupa proses, hasil produksi, penyempurnaan dan pengembangan proses, serta penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.
Perlindungan hak paten dapat diberikan untuk jangka waktu 20 tahun terhitung dari filling date. Undang-undang yang mengatur hak paten antara lain :
-          UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39)
-          UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30)
-          UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109).

Hak Merek
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15/2001 pasal 1 ayat 1, hak merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk/jasa tertentu dengan produk/jasa yang sejenis sehingga memiliki nilai jual dari pemberian merek tersebut. Dengan adanya pembeda dalam setiap produk/jasa sejenis yang ditawarkan, maka para costumer tentu dapat memilih produk.jasa merek apa yang akan digunakan sesuai dengan kualitas dari masing-masing produk/jasa tersebut. Merek memiliki beberapa istilah, antara lain :
 Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Merek Kolektif
Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.
Selain itu terdapat pula hak atas merek, yaitu hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya. Dengan terdaftarnya suatu merek, maka sudah dipatenkan bahwa nama merek yang sama dari produk/jasa lain tidak dapat digunakan dan harus mengganti nama mereknya. Bagi pelanggaran pasal 1 tersebut, maka pemilik merek dapat mengajukan gugatan kepada pelanggar melalui Badan Hukum atas penggunaan nama merek yang memiliki kesamaan tanpa izin, gugatan dapat berupa ganti rugi dan penghentian pemakaian nama tersebut.
Selain itu pelanggaran juga dapat berujung pada pidana yang tertuang pada bab V pasal 12, yaitu setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama secara keseluruhan dengan merek terdaftar milik orang lain atau badan hukum lain, untuk barang atau jasa sejenis yang diproduksi dan diperdagangkan, dipidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,-
Oleh karena itu, ada baiknya jika merek suatu barang/jasa untuk di hak patenkan sehingga pemilik ide atau pemikiran inovasi mengenai suatu hasil penentuan dan kreatifitas dalam pemberian nama merek suatu produk/jasa untuk dihargai dengan semestinya dengan memberikan hak merek kepada pemilik baik individu maupun kelompok organisasi (perusahaan/industri) agar dapat tetap melaksanakan kegiatan-kegiatan perekonomiannya dengan tanpa ada rasa was-was terhadap pencurian nama merek dagang/jasa tersebut.
Undang-undang yang mengatur mengenai hak merek antara lain :
-          UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 81)
-          UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31)
-          UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 110)
Dalam pembahasan ini, dapat disimpulkan bahwa HaKI adalah bagian penting dalam penghargaan dalam suatu karya dalam ilmu pengetahuan, sastra maupun seni dengan menghargai hasil karya pencipta inovasi-inovasi tersebut agar dapat diterima dan tidak dijadikan suatu hal untuk menjatuhkan hasil karya seseorang serta berguna dalam pembentukan citra dalam suatu perusahaan atau industri dalam melaksanakan kegiatan perekonomian.

Daftar Pustaka :
https://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual

https://dhiasitsme.wordpress.com/2012/03/31/hak-atas-kekayaan-intelektual-haki/

Minggu, 10 April 2016

Contoh Surat Perjanjian



Macam-Macam Jenis dan Bentuk Perjanjian dan Perikatan


  1. Perjanjian
Pengertian Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata digunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan perjanjian untuk overeenkomst. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 ayat (1) KUHPerdata disebutkan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari pasal1313 ayat (1) KUH Perdata, dapat diketahui bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa tersebut timbul suatu hubungan antara dua orang atau lebih yang dinamakan perikatan.
Dengan demikian perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Selain dari perjanjian, perikatan dapat juga dilahirkan dari undang-undang (Pasal 1233KUH Perdata) atau dengan perkataan lain ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan perikatan yang lahir dari undangundang. Pada kenyataannya yang paling banyak adalah perikatan yang dilahirkan dari perjanjian. Dan tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUH Perdata). Perikatan yang lahir dari perjanjian menimbulkan hubungan hukum yang memberikan hak dan meletakkan kewajiban kepada para pihak yang membuat perjanjian berdasarkan atas kemauan dan kehendak sendiri dari para pihak yang bersangkutan yang mengikatkan diri tersebut, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang terjadi karena adanya suatu peristiwa tertentu sehingga melahirkan hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban di antar pihak yang bersangkutan, tetapi bukan berasal atau merupakan kehendak para pihak yang bersangkutan melainkan telah diatur dan ditentukan oleh undang-undang.
Secara umum perjanjian dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu perjanjian obligatoir dan perjanjian non obligatoir.1 Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu.2 Sedangkan perjanjian non obligatoir adalah perjanjian yang tidak mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu.3 Perjanjian  obligatoir terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
  1. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang membebankan prestasi hanya pada satu pihak. Misalnya perjanjian hibah, perjanjian penanggungan (borgtocht), dan perjanjian pemberian kuasa tanpa upah. Sedangkan perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebankan prestasi pada kedua belah pihak. Misalnya jual beli.
  2. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban. Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian di mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya. Misalnya hibah, pinjam pakai, pinjam meminjam tanpa bunga, dan penitipan barang tanpa biaya. Sedangkan perjanjian atas beban adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk melakukan prestasi berkaitan langsung dengan prestasi yang harus dilakukan oleh pihak lain. Contoh perjanjian atas beban adalah jual beli, sewa menyewa, dan pinjam meminjam dengan bunga.
  3. Perjanjian konsensuil, perjanjian riil dan perjanjian formil. Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang mengikat sejak adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Contohnya perjanjian jual beli dan perjanjian sewa menyewa. Sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang tidak hanya mensyaratkan kesepakatan, namun juga mensyaratkan penyerahan obyek perjanjian atau bendanya. Misalnya perjanjian penitipan barang dan perjanjian pinjam pakai. Perjanjian formil adalah perjanjian yang selain dibutuhkan kata sepakat, juga dibutuhkan formalitas tertentu, sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh undang-undang. Contohnya pembebanan jaminan usia.
  4. Perjanjian bernama, perjanjian tak bernama dan perjanjian campuran. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang secara khusus diatur di dalam undang-undang. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus di dalam udang-undang. Misalnya perjanjian leaseing, franchising dan factoring. Sedangkan perjanjian campuran adalah perjanjian yang merupakan kombinasi dari dua atau lebih perjanjian bernama. Misalnya perjanjian pemondokan (kost) yang merupakan campuran dari perjanjian sewa menyewa dan perjanjian untuk melakukan suatu pekerjaan (mencuci baju, menyetrika baju, dan membersihkan kamar)
Perjanjian non obligatoir terbagi menjadi:
  1.  Zakelijk overeenkomst, adalah perjanjian yang menetapkan dipidindahkannya suatu hak dari seseorang kepada orang lain. Misalnya balik nama hak atas tanah.
  2.  Bevifs overeenkomst, adalah perjanjian untuk membuktikan sesuatu.
  3.  Liberatoir overeenkomst, adalah perjanjian dimana seseorang membebaskan pihak lain dari suatu kewajiban.
  4. Vaststelling overenkomst, adalah perjanjian untuk mengakhiri keraguan mengenai isi dan luas perhubungan hukum di antara para pihak




  1. Perikatan
Istilah “perikatan” berasal dari bahasa Belanda “ verbintenis” secara terminologi verbintenis bersal dari kata kerjaverbinden yang artinya mengikat. Dengan demikian, verbintenis menunjuk kepada adanya “ikatan” atau “hubungan”. Dalam tugas ini akan dibahas tentang macam-macam perikatan dalam hukum keperdataan. Senyatanya ada beberapa macam perikatan yang dikenal dalam masyarakat. Di dalam Ilmu Hukum Perdata perikatan dapat dibedakan  berdasarkan berbagai ukuran-ukuran yang ditentukan oleh pihak-pihak atau menurut jenis yang harus dipenuhi atau menurut jumlah subjek yang terlihat dalam perikatan. Bentuk perikatan yang paling sederhana, ialah suatu perikatan yang masing-masing pihak hanya ada satu orang dan satu prestasi yang seketika juga dapat ditagih pembayarannya. Disamping bentuk yang paling sederhana itu, terdapat berbagi macam perikatan lain yang akan di uraikan satu persatu dibawah ini.
Baik macam-macam perikatan dilihat dari segi menurut ilmu pengetahuan hukum perdata itu sendiri, yakni:
1. Menurut isi dari pada prestasinya 
a. Perikatan positif dan negatif,
b. Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan,
 c. Perikatan alternatif,
d. Perikatan fakultatif,
e. Perikatan generik dan spesifik,
f. Perikatan yang dapat dibagi dan tak dapat dibagi,
 2. Menurut subyeknya 
a. Perikatan tanggung menanggung,
b. Perikatan pokok dan tambahan),
3.  Menurut mulai berlakunya 
       a. Periktan bersyarat,
       b. Perikatan dengan ketetapan waktu.
Maupun perikatan yang dilihat dari segi undang-undang perikatan dalam  BW (Burgerlijk Wetboek), yakni:
a. Perikatan bersyarat,
b. Perikatan dengan ketetapan waktu,
c. Perikatan mana suka (alternatif),
d. Perikatan tanggung menanggung (tanggung renteng),
e. Perikatan yang dapat dibagi dan tak dapat dibagi,
f. Perikatan dengan ancaman hukuman.
§  Macam-macam Perikatan Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata
Menurut isi dari pada prestasinya :
  1. Perikatan positif dan perikatan negative
Perikatan positif adalah periktan yang prestasinya berupa perbuatan positif yaitu memberi sesuatu dan berbuat sesuatu. Sedangkan perikatan negatif adalah perikatan yang prestasinya berupa sesuatu perbuatan yang negatif yaitu tidak berbuat sesuatu.
  1. Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan
Perikatan sepintas lalu adalah perikatan yang pemenuhan prestasinya sukup hanya dilakukan dengan satu perbuatan saja dalam dalam waktu yang singkat tujuan perikatan telah tercapai.
  1. Perikatan alternative
Perikatan alternative adalah perikatan dimana debitur dibebaskan untuk memenuhi satu dari dua atau lebih prestasi yang disebutkan dalam perjanjian.
  1. Perikatan fakultatif
Perikatan fakultatif adalah periktan yang hanya mempunyai satu objek prestasi.
  1. Perikatan generik dan spesifik
Perikatan generik adalah perikatan dimana obyeknya hanya ditentukan jenis dan jumklah barang yang harus diserahkan. Sedangkan perikatan spesifik adalah perikatan dimana obyeknya ditentukan secara terinci sehingga tampak ciri-ciri khususnya.
f.     Perikatan yang dapat dibagi dan yang tak dapat dibagi
Perikatan yang dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya dapat dibagi, pembagian mana tidak boleh mengurangi hakikat prestasi itu. Sedangkan perikatan yang tak dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya tak dapat dibagi.
2.        Menurut subyeknya
a.       Perikatan tanggung-menanggung (tanggung renteng)
Perikatan tanggung-menanggung adalah perikatan dimana debitur dan/atau kreditur terdiri dari beberapa orang.
b.      Perikatan pokok dan tambahan
Perikatan pokok dan tambahan adalah perikatan anatar debitur dan kreditur yang berdiri sendiri tanpa bergantung kepada adanya perikatan yang lain. Sedangkan perikatan tambahan adalah perikatan antara debitur dan kreditur yang diadakan sebagai perikatan pokok.
3.        Menurut mulai berlakunya dan berakhirnya
a.       Perikatan bersyarat
Perikatan bersyarat adalah perikatan yang lahirnya mauypun berakhirnya (batalnya) digantungkan pada suatu pristiwa yang belum dan tidak tentu terjadi.

b.      Perikatan dengan ketetapan waktu
Perikatan dengan ketetapan waktu adalah perikatan yang pelaksanaanya ditangguhkan sampai pada suatu waktu ditentukan yang pasti akan tiba, meskipun mungkin belum dapat dipastikan waktu yang dimaksud akan tiba.
B.       Macam-macam Perikatan Menurut Undang-undang Perikatan (BW)
Macam-macam perikatan dapat dibedakan atas beberapa macam, yakni :
1.        Perikatan bersyarat (voorwaardelijk)
Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau terjadi. Mungkin untuk memperjanjikan bahwa perikatan itu barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu timbul itu. Suatu perjanjian yang demikian itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertangguhkan (opschortende voorwaarde). Menurut Pasal 1253 KUHperdata tentang perikatan bersyarat “suatu perikatn adalah bersyarat mankala ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut”.
Pasal ini menerangkan tentang perikatan bersyarat yaitu perikatan yang lahir atau berakhirnya digantungkan pada suatu peristiwa yang mungkin akan terjadi tetapi belum tentu akan terjadi atau belum tentu kapan terjadinya. Berdasarkan pasal ini dapat diketahui bahwa perikatan bersyarat dapat dibedakan atas dua, yakni: a. Perikatan dengan syarat tangguh; b. Perikatan dengan syarat berakhir.
   a.     Perikatan dengan syarat tangguh
Apabila syarat “peristiwa” yang dimaksud itu terjadi, maka perikatan dilaksanakan (pasal 1263 KUHpdt). Sejak peristiwa itu terjadi, keawjiban debitor untuk berprestasi segera dilaksanakan. Misalnya, A setuju apabila B adiknya mendiami paviliun rumahnya setelah B menikah. Nikah adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadi. Sifatnya menangguhkan pelaksanaan perikatan, jika B nikah A wajib menyerahkan paviliun rumahnya untuk didiami oleh B.

b.      Perikatan dengan syarat batal
Perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila “peristiwa” yang dimaksud itu terjadi (pasal 1265 KUHpdt). Misalnya, K seteju apabila F kakaknya mendiami rumah K selam dia tugas belajar di Inggris dengan syarat bahwa F harus mengosongkan rumah tersebut apabila K selesai studi dan kembali ketanah air. Dalam contoh, F wajib menyerahkan kembali rumah tersebut kepada K adiknya.
Istilah syarat berakhir dan bukan syarat batal yang digunakan karena istilah syarat berakhir tersebut lebih tepat, istilah syarat batal pada umumnya mengesankan adanya sesuatu secara melanggar hukum yang mengakibatkan batalnya perikatan tersebut dan memang perjanjian tersebut tidal batal, tetapi berakhir, dan berakhirnya perikatan tersebut atas kesepakatan para pihak sedangkan kalau batal adalah kalau perjanjian tersebut dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak atau batal demi hukum.
2.        Perikatan Dengan ketetapan Waktu (tidjsbepaling)
Maksud syarat “ketetapan waktu” ialah bahwa pelaksanaan perikatan itu digantungkan pada waktu yang ditetapkan. Waktu yang ditetapkan itu adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan terjadinya sudah pasti, atau berupa tanggal yang sudah tetap. Contonya:”K berjanji pada anak laki-lakinya yang telah kawin itu untuk memberikan rumahnya, apabila bayi yang sedang dikandung isterinya itu telah dilahirkan” .
Menurut KUHperdata pasal 1268 tentang perikatan-perikatan ketetapan waktu, berbunyi “ suatu ketetapan waktu tidak, menangguhkan perikatan, melainkan hanya menangguhkan pelaksanaanya”. Pasal ini menegaskan bahwa ketetapan waktu tudak menangguhkan lahirnya perikatan, tetapi hanya menangguhkan pelaksanaanya.Ini berarti bahwa perjajian dengan waktu ini pada dasarnya perikatan telah lahir, hanya saja pelaksanaanya yang tertunda sampai waktu yang ditentukan.
Perbedaan antara suatu syarat dengan ketetapan waktu ialah yang pertama, berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tudak akan terlaksana. Sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang, meskipun belum dapat ditentukan kapan datangnya. Misalnya meninggalnya seseorang. Cocontoh-contoh suatu perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu, banyak sekali dalam praktek seperti perjanjian perburuhan, suatu hutang wesel yang dapat ditagih suatu waktu setelahnya dipertunjukan dan lain sebagainya.
3.        Perikatan mana suka (alternatif)
Pada perikatan mana suka objek prestasinya ada dua macam benda. Dikatan perikatan mana suka keran dibitur boleh memenuhi presatasi dengan memilih salah satu dari dua benda yang dijadikan objek perikatan. Namun, debitur tidak dapat memaksakan kreditur untuk menerima sebagian benda yang satu dan sebagian benda yang lainnya. Jika debitur telah memenuhi salah satu dari dua benda yang ditentukan dalam perikatan, dia dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak milik prestasi itu ada pada debitor jika hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditor.
Menurut pasal 1272 KUHperdata tentang mengenai perikatan-perikatan mana suka (alternatif) berbunyi, “tentang perikatan-perikatan mana suka debitur dibebaskan jika ia menyerahkan salh satu dari dua barang yang disebutkan dalam perikatan, tetapi ia tidak dapat memaksa kreditor untuk menerima kreditor untuk sebagian dari barang yang satu dan sebagian dari barang yang lainnya”. Dalam perikatan alternatif ini debiturtelah bebas jika telah menyerahkan salh satu dari dua atau lebih barang yang dijadikan alternatif pemebayaran. Misalnya, yang diajadikan alternatif adalah dua ekor sapi atau dua ekor kerbau maka kalau debitur menyerahkan dua ekor sapi saja debitur telah dibebaskan.
Walaupun demikian, debitur tdak dapat memaksakan kepada kreditur untuk menerima sebagian dari barang yang satu dan sebagian barang lainnya. Jadi, debitur tidak dapat memaksa kreditor untuk menerima seekor sapi dan seekor kerbau.
4.        Perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng (hoofdelijk atau solidair)
Ini adalah suatu perikatan diaman beberapa orang bersama-sam sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan atau sebaliknya. Beberapa orang bersama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek. Bebrapa orang yang bersama-sama mengahadapi orang berpiutang atau penagih hutang, masing-masing dapat dituntut untuk membayar hutang itu seluruhnya. Tetapi jika salah satu membayar, maka pemabayaran ini juga membaskan semua temen-temen yang berhutang. Itulah yang dimaksud suatu periktan tanggung-menanggung. Jadi, jika dua A dan B secara tangggung-menanggung berhutang Rp. 100.000, kepada C maka A dan B masing-masing dapat dituntut membayar Rp. 100.000,.
Pada dasarnya perikatan tannggung menanggung meliputi, (a). Perikatan tanggung menanggung aktif, (b). Perikitan tanggung menanggung pasif.
a.       Perikatan tanggung menanggung aktif
Perikatan tanggung menanggung aktif terjadi apabila pihak kreditor terdiri dari beberapa orang. Hak pilih dalam hal ini terletak pada debitor. Perikatan tanggung menanggung aktif ini dapat dilihat pada pasal 1279 menyebutkan : “ adalah terserah kepada yang berpiutang untuk memilih apakah ia akan membayar utang kepada yang 1 (satu) atau kepada yang lainnya diantara orang-orang yang berpiutang, selama ia belum digugat oleh salah satu. Meskipun pembebasan yang diberikan oleh salah satu orang berpiutangdalam suatu perikatan tanggung-menanggung, tidak dapat membebaskan siberutang untuk selebihnya dari bagian orang yang berpiutang tersebut”.
b.      Perikatan tanggung menanggung pasif
Perikatan tanggung menanggung pasif terjadi apabila debitor terdiri dari beberapa orang. Contoh “ X tidak berhasil memperoleh pelunasan pelunasan puitanggya dari debitor Y, dalam hal ini X masih dapat menagih kepada debitor Z yang tanggung menanggung dengan Y. Dengan demikian kedudukan kreditor lebih aman”.
5.        Perikatan yang dapat dibagi dan perikatan yang tidak dapat dibagi
Suatu perikatan dapat dikatakan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi jika benda yang menjadi objek perikatan dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan lagi pula pembagian itu tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut. Jadi, sifat dapat atau tidak dapat dibagi itu berdasarkan pada.:
a.       Sifat benda yang menjadi objek perikatan
b.      Maksud perikatannya, apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi.
Persoalan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi itu mempunyai arti apabila dalam perikatan itu terdapat lebih dari seorang debitor atau lebih dari sorang kreditor. Jika hanya seorang kreditor perikatan itu dianggap sebagai tidak dapat dibagi.
6.        Perikatan dengan penetapan hukuman (strabeding)
Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah saja melaikan kewajibannya dalam praktek banyak dipakai perjanjian diamana siberhutang dikenakan suatu hukuman apabila ia tidak menepati janjinya. Hukuman itu, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian itu. Menurut pasal 1304 tentang mengenai perikatan-perikatan dengan ancaman hukuman, berbunyi “ anman hukuman adalah suatu ketentuan sedemikian rupa dengan mana seorang untuk imbalan jaminan pelaksanaan suatu perikatan diwajibkan melakukan sesuatu manakala perikatan itu tidak dipenuhi”.
Ketentuan diatas sebenarnya merupakan pendorong bagi debitur untuk memenuhi perikatannya karena apabila ia lalai dalam melaksanakannya dia dikenai suatu hukuman tertentu, yang tentu saja akan membawa kerugian baginya karena dengan hukuman tersebut kewajiban akan semakin besar.



Daftar Pustaka :
http://www.jurnalhukum.com/jenis-jenis-perjanjian/
https://www.academia.edu/7034172/Macam-macam_perjanjian
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40495/3/Chapter%20II.pdf