- Perjanjian
Pengertian Istilah perjanjian
berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis. Dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata digunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan
perjanjian untuk overeenkomst. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 ayat
(1) KUHPerdata disebutkan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari
pasal1313 ayat (1) KUH Perdata, dapat diketahui bahwa suatu perjanjian adalah
suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua
orang atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa
tersebut timbul suatu hubungan antara dua orang atau lebih yang dinamakan
perikatan.
Dengan demikian perjanjian
merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Selain dari perjanjian,
perikatan dapat juga dilahirkan dari undang-undang (Pasal 1233KUH Perdata) atau
dengan perkataan lain ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan perikatan
yang lahir dari undangundang. Pada kenyataannya yang paling banyak adalah
perikatan yang dilahirkan dari perjanjian. Dan tiap perikatan adalah untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu
(pasal 1234 KUH Perdata). Perikatan yang lahir dari perjanjian menimbulkan
hubungan hukum yang memberikan hak dan meletakkan kewajiban kepada para pihak
yang membuat perjanjian berdasarkan atas kemauan dan kehendak sendiri dari para
pihak yang bersangkutan yang mengikatkan diri tersebut, sedangkan perikatan
yang lahir dari undang-undang terjadi karena adanya suatu peristiwa tertentu
sehingga melahirkan hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban di antar
pihak yang bersangkutan, tetapi bukan berasal atau merupakan kehendak para
pihak yang bersangkutan melainkan telah diatur dan ditentukan oleh
undang-undang.
Secara umum perjanjian
dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu perjanjian obligatoir dan
perjanjian non obligatoir.1 Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang
mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu.2 Sedangkan
perjanjian non obligatoir adalah perjanjian yang tidak mewajibkan seseorang
untuk menyerahkan atau membayar sesuatu.3 Perjanjian obligatoir terbagi menjadi beberapa jenis,
yaitu:
- Perjanjian
sepihak dan perjanjian timbal balik. Perjanjian sepihak adalah perjanjian
yang membebankan prestasi hanya pada satu pihak. Misalnya perjanjian
hibah, perjanjian penanggungan (borgtocht), dan perjanjian pemberian kuasa
tanpa upah. Sedangkan perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang
membebankan prestasi pada kedua belah pihak. Misalnya jual beli.
- Perjanjian
cuma-cuma dan perjanjian atas beban. Perjanjian cuma-cuma adalah
perjanjian di mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada
pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya. Misalnya hibah,
pinjam pakai, pinjam meminjam tanpa bunga, dan penitipan barang tanpa
biaya. Sedangkan perjanjian atas beban adalah perjanjian yang mewajibkan
pihak yang satu untuk melakukan prestasi berkaitan langsung dengan
prestasi yang harus dilakukan oleh pihak lain. Contoh perjanjian atas
beban adalah jual beli, sewa menyewa, dan pinjam meminjam dengan bunga.
- Perjanjian
konsensuil, perjanjian riil dan perjanjian formil. Perjanjian konsensuil
adalah perjanjian yang mengikat sejak adanya kesepakatan dari kedua belah
pihak. Contohnya perjanjian jual beli dan perjanjian sewa menyewa.
Sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang tidak hanya mensyaratkan
kesepakatan, namun juga mensyaratkan penyerahan obyek perjanjian atau
bendanya. Misalnya perjanjian penitipan barang dan perjanjian pinjam
pakai. Perjanjian formil adalah perjanjian yang selain dibutuhkan kata
sepakat, juga dibutuhkan formalitas tertentu, sesuai dengan apa yang telah
ditentukan oleh undang-undang. Contohnya pembebanan jaminan usia.
- Perjanjian
bernama, perjanjian tak bernama dan perjanjian campuran. Perjanjian
bernama adalah perjanjian yang secara khusus diatur di dalam
undang-undang. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur
secara khusus di dalam udang-undang. Misalnya perjanjian leaseing,
franchising dan factoring. Sedangkan perjanjian campuran adalah perjanjian
yang merupakan kombinasi dari dua atau lebih perjanjian bernama. Misalnya
perjanjian pemondokan (kost) yang merupakan campuran dari perjanjian sewa
menyewa dan perjanjian untuk melakukan suatu pekerjaan (mencuci baju,
menyetrika baju, dan membersihkan kamar)
Perjanjian non
obligatoir terbagi menjadi:
- Zakelijk overeenkomst, adalah perjanjian
yang menetapkan dipidindahkannya suatu hak dari seseorang kepada orang
lain. Misalnya balik nama hak atas tanah.
- Bevifs overeenkomst, adalah perjanjian
untuk membuktikan sesuatu.
- Liberatoir overeenkomst, adalah
perjanjian dimana seseorang membebaskan pihak lain dari suatu kewajiban.
- Vaststelling
overenkomst, adalah perjanjian untuk mengakhiri keraguan mengenai isi dan
luas perhubungan hukum di antara para pihak
- Perikatan
Istilah “perikatan”
berasal dari bahasa Belanda “ verbintenis” secara terminologi verbintenis bersal
dari kata kerjaverbinden yang artinya mengikat. Dengan
demikian, verbintenis menunjuk kepada adanya “ikatan” atau
“hubungan”. Dalam tugas ini akan dibahas tentang macam-macam perikatan dalam
hukum keperdataan. Senyatanya ada beberapa macam perikatan yang dikenal dalam
masyarakat. Di dalam Ilmu Hukum Perdata perikatan dapat dibedakan
berdasarkan berbagai ukuran-ukuran yang ditentukan oleh pihak-pihak atau
menurut jenis yang harus dipenuhi atau menurut jumlah subjek yang terlihat dalam
perikatan. Bentuk perikatan yang paling sederhana, ialah suatu perikatan yang
masing-masing pihak hanya ada satu orang dan satu prestasi yang seketika juga
dapat ditagih pembayarannya. Disamping bentuk yang paling sederhana itu,
terdapat berbagi macam perikatan lain yang akan di uraikan satu persatu dibawah
ini.
Baik macam-macam
perikatan dilihat dari segi menurut ilmu pengetahuan hukum perdata itu sendiri,
yakni:
1. Menurut isi
dari pada prestasinya
a. Perikatan positif dan negatif,
b. Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan,
c. Perikatan alternatif,
d. Perikatan fakultatif,
e. Perikatan generik dan spesifik,
f. Perikatan yang dapat dibagi dan tak dapat dibagi,
2. Menurut subyeknya
a. Perikatan tanggung menanggung,
b. Perikatan pokok dan tambahan),
3. Menurut mulai berlakunya
a. Periktan bersyarat,
b. Perikatan dengan
ketetapan waktu.
Maupun perikatan yang dilihat dari segi
undang-undang perikatan dalam BW (Burgerlijk
Wetboek), yakni:
a. Perikatan bersyarat,
b. Perikatan dengan ketetapan waktu,
c. Perikatan mana suka (alternatif),
d. Perikatan tanggung menanggung (tanggung
renteng),
e. Perikatan yang dapat dibagi dan tak dapat
dibagi,
f. Perikatan dengan ancaman hukuman.
§ Macam-macam Perikatan Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata
Menurut isi dari pada prestasinya :
- Perikatan
positif dan perikatan negative
Perikatan positif adalah periktan yang prestasinya berupa perbuatan
positif yaitu memberi sesuatu dan berbuat sesuatu. Sedangkan perikatan negatif
adalah perikatan yang prestasinya berupa sesuatu perbuatan yang negatif yaitu
tidak berbuat sesuatu.
- Perikatan
sepintas lalu dan berkelanjutan
Perikatan sepintas lalu adalah perikatan yang pemenuhan prestasinya
sukup hanya dilakukan dengan satu perbuatan saja dalam dalam waktu yang singkat
tujuan perikatan telah tercapai.
- Perikatan
alternative
Perikatan alternative adalah perikatan dimana debitur dibebaskan untuk
memenuhi satu dari dua atau lebih prestasi yang disebutkan dalam perjanjian.
- Perikatan
fakultatif
Perikatan fakultatif adalah periktan yang hanya mempunyai satu objek
prestasi.
- Perikatan
generik dan spesifik
Perikatan generik adalah perikatan dimana obyeknya hanya ditentukan
jenis dan jumklah barang yang harus diserahkan. Sedangkan perikatan spesifik
adalah perikatan dimana obyeknya ditentukan secara terinci sehingga tampak
ciri-ciri khususnya.
f. Perikatan
yang dapat dibagi dan yang tak dapat dibagi
Perikatan yang dapat dibagi adalah perikatan yang
prestasinya dapat dibagi, pembagian mana tidak boleh mengurangi hakikat
prestasi itu. Sedangkan perikatan yang tak dapat dibagi adalah perikatan yang
prestasinya tak dapat dibagi.
2. Menurut
subyeknya
a. Perikatan
tanggung-menanggung (tanggung renteng)
Perikatan tanggung-menanggung adalah perikatan
dimana debitur dan/atau kreditur terdiri dari beberapa orang.
b. Perikatan
pokok dan tambahan
Perikatan pokok dan tambahan adalah perikatan
anatar debitur dan kreditur yang berdiri sendiri tanpa bergantung kepada adanya
perikatan yang lain. Sedangkan perikatan tambahan adalah perikatan antara
debitur dan kreditur yang diadakan sebagai perikatan pokok.
3. Menurut
mulai berlakunya dan berakhirnya
a. Perikatan
bersyarat
Perikatan bersyarat adalah perikatan yang lahirnya
mauypun berakhirnya (batalnya) digantungkan pada suatu pristiwa yang belum dan
tidak tentu terjadi.
b. Perikatan
dengan ketetapan waktu
Perikatan dengan ketetapan waktu adalah perikatan
yang pelaksanaanya ditangguhkan sampai pada suatu waktu ditentukan yang pasti
akan tiba, meskipun mungkin belum dapat dipastikan waktu yang dimaksud akan
tiba.
B. Macam-macam Perikatan Menurut Undang-undang Perikatan (BW)
Macam-macam perikatan
dapat dibedakan atas beberapa macam, yakni :
1. Perikatan
bersyarat (voorwaardelijk)
Perikatan bersyarat
adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari,
yang masih belum tentu akan atau terjadi. Mungkin untuk memperjanjikan bahwa
perikatan itu barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu timbul itu.
Suatu perjanjian yang demikian itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada
suatu syarat yang menunda atau mempertangguhkan (opschortende voorwaarde).
Menurut Pasal 1253 KUHperdata tentang perikatan bersyarat “suatu perikatn
adalah bersyarat mankala ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan
datang dan yang masih belum terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga
terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan menurut terjadi
atau tidak terjadinya peristiwa tersebut”.
Pasal ini menerangkan
tentang perikatan bersyarat yaitu perikatan yang lahir atau berakhirnya
digantungkan pada suatu peristiwa yang mungkin akan terjadi tetapi belum tentu
akan terjadi atau belum tentu kapan terjadinya. Berdasarkan pasal ini dapat
diketahui bahwa perikatan bersyarat dapat dibedakan atas dua, yakni: a.
Perikatan dengan syarat tangguh; b. Perikatan dengan syarat berakhir.
a. Perikatan
dengan syarat tangguh
Apabila syarat “peristiwa” yang dimaksud itu
terjadi, maka perikatan dilaksanakan (pasal 1263 KUHpdt). Sejak peristiwa itu
terjadi, keawjiban debitor untuk berprestasi segera dilaksanakan. Misalnya, A
setuju apabila B adiknya mendiami paviliun rumahnya setelah B menikah. Nikah
adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadi. Sifatnya menangguhkan
pelaksanaan perikatan, jika B nikah A wajib menyerahkan paviliun rumahnya untuk
didiami oleh B.
b. Perikatan
dengan syarat batal
Perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila
“peristiwa” yang dimaksud itu terjadi (pasal 1265 KUHpdt). Misalnya, K seteju
apabila F kakaknya mendiami rumah K selam dia tugas belajar di Inggris dengan
syarat bahwa F harus mengosongkan rumah tersebut apabila K selesai studi dan
kembali ketanah air. Dalam contoh, F wajib menyerahkan kembali rumah tersebut
kepada K adiknya.
Istilah syarat
berakhir dan bukan syarat batal yang digunakan karena istilah syarat berakhir
tersebut lebih tepat, istilah syarat batal pada umumnya mengesankan adanya
sesuatu secara melanggar hukum yang mengakibatkan batalnya perikatan tersebut
dan memang perjanjian tersebut tidal batal, tetapi berakhir, dan berakhirnya
perikatan tersebut atas kesepakatan para pihak sedangkan kalau batal adalah
kalau perjanjian tersebut dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak atau
batal demi hukum.
2. Perikatan
Dengan ketetapan Waktu (tidjsbepaling)
Maksud syarat
“ketetapan waktu” ialah bahwa pelaksanaan perikatan itu digantungkan pada waktu
yang ditetapkan. Waktu yang ditetapkan itu adalah peristiwa yang masih akan
terjadi dan terjadinya sudah pasti, atau berupa tanggal yang sudah tetap.
Contonya:”K berjanji pada anak laki-lakinya yang telah kawin itu untuk
memberikan rumahnya, apabila bayi yang sedang dikandung isterinya itu telah
dilahirkan” .
Menurut KUHperdata
pasal 1268 tentang perikatan-perikatan ketetapan waktu, berbunyi “ suatu
ketetapan waktu tidak, menangguhkan perikatan, melainkan hanya menangguhkan
pelaksanaanya”. Pasal ini menegaskan bahwa ketetapan waktu tudak
menangguhkan lahirnya perikatan, tetapi hanya menangguhkan pelaksanaanya.Ini
berarti bahwa perjajian dengan waktu ini pada dasarnya perikatan telah lahir,
hanya saja pelaksanaanya yang tertunda sampai waktu yang ditentukan.
Perbedaan antara
suatu syarat dengan ketetapan waktu ialah yang pertama, berupa suatu kejadian
atau peristiwa yang belum tentu atau tudak akan terlaksana. Sedangkan yang
kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang, meskipun belum dapat ditentukan
kapan datangnya. Misalnya meninggalnya seseorang. Cocontoh-contoh suatu
perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu, banyak sekali dalam
praktek seperti perjanjian perburuhan, suatu hutang wesel yang dapat ditagih
suatu waktu setelahnya dipertunjukan dan lain sebagainya.
3. Perikatan
mana suka (alternatif)
Pada perikatan mana
suka objek prestasinya ada dua macam benda. Dikatan perikatan mana suka keran
dibitur boleh memenuhi presatasi dengan memilih salah satu dari dua benda yang
dijadikan objek perikatan. Namun, debitur tidak dapat memaksakan kreditur untuk
menerima sebagian benda yang satu dan sebagian benda yang lainnya. Jika debitur
telah memenuhi salah satu dari dua benda yang ditentukan dalam perikatan, dia
dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak milik prestasi itu ada pada debitor jika
hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditor.
Menurut pasal 1272
KUHperdata tentang mengenai perikatan-perikatan mana suka (alternatif)
berbunyi, “tentang perikatan-perikatan mana suka debitur dibebaskan jika ia
menyerahkan salh satu dari dua barang yang disebutkan dalam perikatan, tetapi
ia tidak dapat memaksa kreditor untuk menerima kreditor untuk sebagian dari
barang yang satu dan sebagian dari barang yang lainnya”. Dalam perikatan
alternatif ini debiturtelah bebas jika telah menyerahkan salh satu dari dua
atau lebih barang yang dijadikan alternatif pemebayaran. Misalnya, yang
diajadikan alternatif adalah dua ekor sapi atau dua ekor kerbau maka kalau
debitur menyerahkan dua ekor sapi saja debitur telah dibebaskan.
Walaupun demikian,
debitur tdak dapat memaksakan kepada kreditur untuk menerima sebagian dari
barang yang satu dan sebagian barang lainnya. Jadi, debitur tidak dapat memaksa
kreditor untuk menerima seekor sapi dan seekor kerbau.
4. Perikatan
tanggung menanggung atau tanggung renteng (hoofdelijk atau solidair)
Ini adalah suatu
perikatan diaman beberapa orang bersama-sam sebagai pihak yang berhutang
berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan atau sebaliknya. Beberapa orang
bersama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan
semacam yang belakangan ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek. Bebrapa
orang yang bersama-sama mengahadapi orang berpiutang atau penagih hutang,
masing-masing dapat dituntut untuk membayar hutang itu seluruhnya. Tetapi jika
salah satu membayar, maka pemabayaran ini juga membaskan semua temen-temen yang
berhutang. Itulah yang dimaksud suatu periktan tanggung-menanggung. Jadi, jika
dua A dan B secara tangggung-menanggung berhutang Rp. 100.000, kepada C maka A
dan B masing-masing dapat dituntut membayar Rp. 100.000,.
Pada dasarnya
perikatan tannggung menanggung meliputi, (a). Perikatan tanggung menanggung
aktif, (b). Perikitan tanggung menanggung pasif.
a. Perikatan
tanggung menanggung aktif
Perikatan tanggung menanggung aktif terjadi apabila
pihak kreditor terdiri dari beberapa orang. Hak pilih dalam hal ini terletak
pada debitor. Perikatan tanggung menanggung aktif ini dapat dilihat pada pasal
1279 menyebutkan : “ adalah terserah kepada yang berpiutang untuk
memilih apakah ia akan membayar utang kepada yang 1 (satu) atau
kepada yang lainnya diantara orang-orang yang berpiutang, selama ia belum
digugat oleh salah satu. Meskipun pembebasan yang diberikan oleh salah satu
orang berpiutangdalam suatu perikatan tanggung-menanggung, tidak dapat
membebaskan siberutang untuk selebihnya dari bagian orang yang berpiutang
tersebut”.
b. Perikatan
tanggung menanggung pasif
Perikatan tanggung menanggung pasif terjadi apabila
debitor terdiri dari beberapa orang. Contoh “ X tidak berhasil
memperoleh pelunasan pelunasan puitanggya dari debitor Y, dalam hal ini X masih
dapat menagih kepada debitor Z yang tanggung menanggung dengan Y. Dengan
demikian kedudukan kreditor lebih aman”.
5. Perikatan
yang dapat dibagi dan perikatan yang tidak dapat dibagi
Suatu perikatan dapat
dikatakan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi jika benda yang menjadi objek
perikatan dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan lagi pula pembagian
itu tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut. Jadi, sifat dapat
atau tidak dapat dibagi itu berdasarkan pada.:
a. Sifat
benda yang menjadi objek perikatan
b. Maksud
perikatannya, apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi.
Persoalan dapat
dibagi atau tidak dapat dibagi itu mempunyai arti apabila dalam perikatan itu
terdapat lebih dari seorang debitor atau lebih dari sorang kreditor. Jika hanya
seorang kreditor perikatan itu dianggap sebagai tidak dapat dibagi.
6. Perikatan
dengan penetapan hukuman (strabeding)
Untuk mencegah jangan
sampai si berhutang dengan mudah saja melaikan kewajibannya dalam praktek
banyak dipakai perjanjian diamana siberhutang dikenakan suatu hukuman apabila
ia tidak menepati janjinya. Hukuman itu, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah
uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak
semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian itu.
Menurut pasal 1304 tentang mengenai perikatan-perikatan dengan ancaman hukuman,
berbunyi “ anman hukuman adalah suatu ketentuan sedemikian rupa dengan
mana seorang untuk imbalan jaminan pelaksanaan suatu perikatan diwajibkan
melakukan sesuatu manakala perikatan itu tidak dipenuhi”.
Ketentuan diatas
sebenarnya merupakan pendorong bagi debitur untuk memenuhi perikatannya karena
apabila ia lalai dalam melaksanakannya dia dikenai suatu hukuman tertentu, yang
tentu saja akan membawa kerugian baginya karena dengan hukuman tersebut
kewajiban akan semakin besar.
Daftar Pustaka :
http://www.jurnalhukum.com/jenis-jenis-perjanjian/
https://www.academia.edu/7034172/Macam-macam_perjanjian
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40495/3/Chapter%20II.pdf