Topik : Industri dan Industrialisasi
Visi pembangunan Industri Nasional sebagaimana yang
tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan
Industri Nasional adalah Indonesia menjadi Negara Industri Tangguh pada tahun
2025, dengan visi antara pada tahun 2020 sebagai Negara Industri Maju Baru,
karena sesuai dengan Deklarasi Bogor tahun 1995 antar para kepala Negara
APEC pada tahun tersebut liberalisasi di negara-negara APEC sudah harus
terwujud. Sebagai negara industri maju baru, sektor industri
Indonesia harus mampu memenuhi beberapa kriteria dasar antara lain: 1) Memiliki
peranan dan kontribusi tinggi bagi perekonomian Nasional, 2) IKM memiliki
kemampuan yang seimbang dengan Industri Besar, 3) Memiliki struktur industri
yang kuat (Pohon Industri lengkap dan dalam), 4) Teknologi maju telah menjadi
ujung tombak pengembangan dan penciptaan pasar, 5) Telah memiliki jasa industri
yang tangguh yang menjadi penunjang daya saing internasional industri, dan 6)
Telah memiliki daya saing yang mampu menghadapi liberalisasi penuh dengan
negara-negara APEC.
Untuk mewujudkan target-target tersebut, diperlukan
upaya-upaya terstruktur dan terukur, yang harus dijabarkan ke dalam peta
strategi yang mengakomodasi keinginan pemangku kepentingan berupa
strategic outcomes yang terdiri dari: 1) Meningkatnya nilai tambah industri, 2)
Meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri, 3) Kokohnya faktor-faktor
penunjang pengembangan industri, 4) Meningkatnya kemampuan inovasi dan
penguasaan teknologi industri yang hemat energi dan ramah lingkungan, 5)
Menguat dan lengkapnya struktur industri, 6) Meningkatnya persebaran
pembangunan industri, serta 7) Meningkatnya peran industri kecil dan menengah
terhadap PDB.
Kebijakan Soal Garam Harus Dukung Industri Nasional
[JAKARTA] Asosiasi Industri
Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) meminta pemerintah agar mengeluarkan
kebijakan mengenai garam harus mendukung perkembangan dan kemajuan industri
nasional.
Pasalnya, garam bukan hanya untuk kebutuhan rumah tangga
tetapi juga untuk kebutuhan industri di Indonesia.
Hal itu ditegaskan Ketua Umum AIPGI, Tonny Tanduk, dalam
perbincangan dengan wartawan di Jakarta, Rabu (27/5).
Ia mengatakan, banyak masyarakat Indonesia mendesak
pemerintah Indonesia agar setop mengimpor barang termasuk garam.
“Kalau setop impor garam justru banyak rugi bagi industri
nasional. Pasalnya Indonesia belum bisa menghasilkan garam untuk kebutuhan
industri. Kita hanya bisa menghasilkan garam untuk kebutuhan rumah tangga,”
kata dia.
Tonny mengatakan, konsumsi garam untuk rumah tangga di
Indonesia sebesar 650.000 ton per tahun. Sedangkan kebutuhan garam untuk
industri sebesar 450.000 per tahun.
Garam untuk kebutuhan industri seperti bahan baku untuk
membuat kertas menjadi putih, sebagai bahan dasar untuk pipa plastik, ember
plastik, untuk kebutuhan industri tekstil dan sebagainya.
“Kalau impor garam disetop, maka usaha-usaha seperti
tidak berjalan,” kata dia.
Menurut Tonny, kebutuhan garam Indonesia baik untuk
kebutuhan rumah tangga dan untuk industri sebesar 3 juta ton per tahun. Sampai
saat ini masih jauh dibawah 3 juta ton. “Agar kebutuhan Indonesia akan garam
terpenuhi, maka tingkatkan industri garam Indonesia dan terus melakukan impor
garam,” kata dia.
Ia menegaskan, impor garam tidak merugikan Indonesia
pasalnya keuntungan bagi negara dengan impor garam jauh lebih besar. “Impor
garam kita hanya menghabiskan duit US$ 110 juta per tahun. Sementara
keuntungan industri yang ditopang industri garam mencapai sekitar US$ 2,6
miliar per tahun,” kata dia.
Ia menambahkan, garam merupakan salah satu komoditi
strategis Indonesia dimana penggunaannya tidak hanya untuk konsumsi manusia
melainkan juga sebagai bahan baku industri.
Garam merupakan salah satu sumber sodium dan chloride
dimana kedua unsur tersebut diperlukan untuk metabolisme tubuh manusia.
Sebagai negara kepulauan yang dikelililingi laut dan
samudera, Indonesia dikenal sebagai penghasil garam yang cukup besar dengan
kualitas yang cukup baik.
Wilayah Indonesia terdiri dari 1/3 daratan dan 2/3
lautan, dimana dalam kondisi normal setiap tahunnya mengalami iklim kemarau
sekitar enam bulan dan secara geografis kondisi tersebut merupakan salah satu
yang menjadi faktor pendukung produksi garam.
Sementara itu produksi garam Indonesia memiliki tren yang
cenderung menurun sedangkan kebutuhan pada komoditi garam semakin meningkat
setiap tahunnya.
Kebutuhan yang tidak disertai oleh persediaan produksi
domestik menuntut adanya kebijakan untuk mengimpor garam untuk memenuhi
konsumsi garam dalam negeri.
Sumber : sp.beritasatu.com
Menanggapi bacaan diatas dikatakan bahwa Asosiasi
Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) meminta pemerintah agar
mengeluarkan kebijakan mengenai garam harus mendukung perkembangan dan kemajuan
industri nasional. Pasalnya, garam bukan hanya untuk kebutuhan rumah tangga
tetapi juga untuk kebutuhan industri di Indonesia. Pada saat ini Indonesia
hanya bisa menghasilkan garam untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga saja,
sementara untuk memenuhi kebutuhan industri yang skalanya jauh lebih besar
masih mengandalkan impor garam dari negara lain. Maka dari itu kebutuhan garam
untuk industri masih sangat bergantung kepada impor dari negara lain, kalau
dihentikan mungkin saja banyak usaha-usaha yang akan berhenti beroperasi atau
bekerja. Kebutuhan garam Indonesia baik untuk kebutuhan rumah tangga dan untuk
industri sebesar 3 juta ton per tahun. Sampai saat ini masih jauh dibawah 3
juta ton. Agar kebutuhan Indonesia akan garam terpenuhi, maka tingkatkan
industri garam Indonesia dan terus melakukan impor garam.
Dari bacaan diatas solusi yang dapat diberikan adalah dengan
lebih meningkatkan lagi produksi garam dalam negeri, karena garam merupakan
salah satu komoditi strategis Indonesia dimana penggunaannya tidak hanya untuk
konsumsi manusia melainkan juga sebagai bahan baku industri. Sebagai negara
kepulauan yang dikelililingi laut dan samudera, Indonesia dikenal sebagai
penghasil garam yang cukup besar dengan kualitas yang cukup baik. Oleh karena
itu, sebenarnya negara kita mampu untuk memenuhi kebutuhan garam baik untuk
kebutuhan rumah tangga maupu untuk industri asalkan petani garam bisa
meningkatkan produksinya. Wilayah Indonesia terdiri dari 1/3 daratan dan 2/3
lautan, dimana dalam kondisi normal setiap tahunnya mengalami iklim kemarau
sekitar enam bulan dan secara geografis kondisi tersebut merupakan salah satu
yang menjadi faktor pendukung produksi garam. Kebutuhan yang tidak disertai
oleh persediaan produksi domestik menuntut adanya kebijakan untuk mengimpor
garam untuk memenuhi konsumsi garam dalam negeri. Maka dari itu peran
pemerintah kembali harus ditinjau kembali, pemerintah harus bisa mendukung dan
mengawasi jalannya kegiatan perekonomian, perindustrian, pertanian, dan lain
sebagainya yang ada di negara ini. Karena jika semua elemen berjalan dan berperan
sebagai mana mestinya pasti segala kebutuhan juga akan terpenuhi.
Daftar Pustaka :
https://rowlandpasaribu.files.wordpress.com/2013/02/12-industri-dan-industrialisasi.pdf
http://www.kemenperin.go.id/artikel/19/Kebijakan-Industri-Nasional
http://sp.beritasatu.com/nasional/kebijakan-soal-garam-harus-dukung-industri-nasional/88232
Tidak ada komentar:
Posting Komentar